Minggu, 10 Januari 2010

Menuju Kilang Minyak Operational Excellent


Salah satu langkah ke arah itu adalah
menciptakan produk-produk yang
bernilai tambah. Salah satunya mengubah kerosene menjadi avtur. Bahan bakar pesawat ini berprospek untuk bisnis masa depan.
Tapi seperti apa sesungguhnya profil Kilang UP II yang terdiri atas Kilang Dumai dan Kilang Sungai Pakning ini?
Lokasi UP II berada di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Kilang Dumai persisnya terletak di tepi Selat Rupat, sebelah Timur Kota Dumai. Mulai dibangun pada tahun 1969 (CDU) oleh Kontraktor Jepang, Ishikawajima Harima Industries Co.
Dengan demikian, kapasitas produksi Kilang UP II secara keseluruhan sebesar 170.000 barel per hari. Jumlah itu berasal dari Kilang Minyak Putri Tujuh Dumai sebesar 120.000 barel per hari; dan unit produksi BBM Kilang UP II Sungai Pakning yang berkapasitas pengolahan 50.000 barel per hari.
Dari sisi besaran kapasitas di antara kilang-kilang Pertamina, UP II berada pada urutan ketiga (lihat Tabel).
UP II Dumai/Sei Pakning memiliki Visi menjadi kilang minyak kebanggaan Nasional. Sedangkan Misinya adalah melakukan usaha di bidang pengolahan minyak bumi yang dikelola secara profesional dan kompetitif berdasarkan tata nilai unggulan untuk memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja, dan lingkungan.

KILANG DUMAI
Peresmian pengoperasian kompleks kilang seluas 360 hektare ini dilakukan oleh Presiden Soeharto, 8 September 1971. Selanjutnya pada tahun itu dibangun dua Unit Proses, yaitu Naptha Rerun Unit dan Hydrocarbon Platforming Unit. Dua unit ini selesai dan dioperasikan tahun 1973.
Kilang UP II Dumai memiliki 14 unit proses produksi pengolahan dan dua unit penunjang proses produksi. Kilang minyak UP II Dumai terdiri atas kilang lama (Existing Plant) dan kilang baru (New Plant).
Existing Plant terdiri atas 3 unit proses, yaitu Topping Unit/Crude Distilling Unit (CDU), Naptha Rerun Unit (NRU), dan Hydrobon Platforming Unit (Platforming I).
New Plant (Hydrocracker Complex) merupakan perluasan dari Existing Plant yang dibangun pada tahun 1981. Pengoperasiannya diresmikan oleh Presiden Soeharto, 16 Februari 1984.
New Plant terdiri atas 11 unit proses produksi, yaitu High Vacuum Unit (HVU), Delayed Coking Unit (DCU), Hydrocracking Unit (HCU), Naptha Hydrotreating Unit (NHDtU), CCR Platforming Unit, Destillate Hydrotreating Unit (DHDtU), Amine & LPG Recovery Unit, Hydrogent Plant, Nitrogen Plant, dan Sour Water System Plant.
Sedangkan dua unit penunjang produksi adalah Instalasi Tanki dan Pengapalan dan Utilities Unit.
Dibangunnya Kilang Hydrocracker Complex ini bertujuan untuk memproses lebih lanjut LSWR (Low Sulfur Waxy Residu) yang dihasilkan oleh Crude Distilling Unit (CDU) Dumai dan CDU Sungai Pakning, sehingga dapat menghasilkan produk-produk BBM yang siap pakai.
Dari 100 persen minyak mentah yang diolah (100 persen Crude Intake) hanya dapat dihasilkan sekitar 37,5 persen produk BBM, 62 persen LSWR (Residu), dan sisanya sekitar 0,5 persen gas.
Sedangkan dengan mengolah LSWR lebih lanjut di unit proses produksi Hydrcocracker Complex dapat dihasilkan produk BBM sekitar 93,34 persen dan sisa berupa produk gas yang digunakan sebagai bahan bakar (fuel) di unit-unit proses produksi kilang.
Selain itu dihasilkan produk padat berupa green coke dan calcined coke. Produk ini digunakan kalangan industri untuk bahan elektroda dalam proses peleburan biji alumunium.
Kilang Dumai mengolah minyak mentah jenis Sumatera Light Crude (SLC) dan jenis Duri Crude Oil (DCO) yang dihasilkan oleh PT Caltex Pacific Indonesia.
Kilang Dumai menghasilkan berbagai macam produk BBM dan produk non BBM. Jenis-jenis produk BBM yang dihasilkan adalah premium, kerosene, avtur, JP-5 (bahan bakar khusus), dan solar/diesel. Sedangkan jenis-jenis produk non BBM yang dihasilkan adalah Elpiji (LPG), green coke, dan calcined coke.
Produk BBM yang dihasilkan Kilang Minyak UP II Dumai memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri, khususnya daerah operasi UPms I (Provinsi-provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, dan Kepulauan Riau).
Sementara produk non BBM (coke) diarahkan untuk ekspor. Pendistribusian produk tersebut dikirim melalui perpipaan (10 persen) dan melalui kapal (90 persen).
Sebagai sebuah kilang, Kilang UP II di Dumai memiliki sejumlah fasilitas pendukung, yaitu tangki penampung; pembangkit listrik baik PLTU (4 unit), PLTG (2 unit), maupun PLTD (4 unit) dengan daya sebesar 104 Mega Watt.
Di kompleks kilang ini pun terdapat pengolah air tawar (WTP) yang berkemampuan pengolahanan 1.2000 m3 per jam.
Terdapat juga pembangkit steam, udara tekan, nitrogen plant, dan unit pengolah limbah cair. Termasuk memiliki dermaga yang dibangun di pantai timur kota Dumai, berhadapan dengan Pulau Rapat.
Selain itu untuk pengisian Elpiji Kilang Dumai memiliki Fasilitas Filling. Untuk memperlancar suplai Elpiji ke Pekanbaru dan sekitarnya, telah dibangun fasilitas LPG Filling yang diresmikan Mei 1997.
Sebelumnya, suplai Elpiji melalui SPPBE (Stasiun Pengisian dan Pengangkutan Bulk Elpiji) di Pekanbaru yang dipasok dari Pangkalan Susu, Sumatera Utara.

KILANG SUNGAI PAKNING
Sementara itu Kilang Sei Pakning terletak di tepi pantai Sungai Pakning dengan areal seluas 40 hektare. Kilang minyak ini dibangun pada November 1968 oleh Kontraktor Refican Ltd. (Refining Associates Canada Limited).
Selesai dibangun dan mulai berproduksi pada bulan Desember 1969. Pada awal beroperasi kapasitas produksi 25.000 barel per hari.
Pada September 1975 seluruh operasi Kilang Sei Pakning beralih dari Refican kepada Pertamina. Selanjutnya kilang ini mulai mengalami penyempurnaan secara bertahap sehingga kapasitas produksinya dapat lebih ditingkatkan. Pada akhir 1977 kapasitas produksi meningkat menjadi 35.000 barel per hari dan April 1980 naik menjadi 40 barel per hari. Kemudian mulai 1982 kapasitas produksi sesuai dengan design, yaitu 50.000 barel per hari.
Bagian operasi Kilang Sungai Pakning terdiri atas: CDU, ITP (Instalasi Tanki dan Pengapalan), utilities, dan laboratorium.
ITP di Kilang Sei Pakning adalah untuk menangani pengoperasian tangki crude dan produk. Juga untuk proses loading (muat) dan unloading (bongkar) minyak mentah atau produk. Selain itu, pengelolaan separator (penampung sementara buangan minyak).
Faslitias utilities di Kilang Sei Pakning mengelola water treatment plant (WTP) Sejangat dan Water Intake Sungai Dayang. Selain itu pengoperasian boiler (penghasil steam), pengoperasian WDcP (Water Decoloring Plant) dan RO (Reverse Osmosis). Juga pengoperasian Power Plant (pembangkit listrik) dan pengoperasian udara kempa (compression air).
Power plant sendiri di Kilang Sei Pakning digunakan untuk menyuplai listrik untuk kebutuhan pabrik, perkantoran, balai pengobatan dan rumah bersalin, perumahan, serta sarana lainnya.
Pembangkit tenaga listrik tersebut adalah berupa generator (gas turbine) yang terdiri atas:
GE-02 kapasitas 500 KWH
GE-03 kapasitas 500 KWH
GE-04 kapasitas 500 KWH
GE-05 kapasitas 750 KWH
GE-06 kapasitas 750 KWH
GE-10 kapasitas 2.500 KWH
GE-11 kapasitas 2.500 KWH

Kilang minyak Sungai Pakning mengolah SLC (Sumatera Light Crude) sekitar 83 persen; LCO (Lirik Crude Oil) sekitar 15 persen; juga SPC (Selat Panjang Crude) dan Slop Oil masing-masing satu persen.
Dari proses produksi yang ada dihasilkanlah jenis-jenis produk gas & losses (1 persen); stright run naptha (SRN) sebesar 8 persen; kerosene (16 persen); solar/ADO (Automotive Diesel Oil) (17 persen); dan LSWR (58 persen).
Naptha dari Sungai Pakning dikirim ke Dumai dengan kapal laut untuk selanjutnya diolah menjadi Mogas di Kilang Dumai (Secondary Processing).
Kerosene dan diesel dikirim dengan kapal ke Depot Siak dan Tank Car ke Bengkalis dan sekitarnya. Di samping itu kadang dikirim juga ke Belawan, Padang, Tembilahan, Krueng Raya, dan Tanjung Gerem.
Sedangkan produk LSWR dikirim dengan kapal laut ke Kilang Dumai untuk diproses di High Vacuum Unit (HVU) dan selanjutnya diolah di Hydrocracker Unit (HCU).
LSWR juga diekspor ke luar negeri. Akhir 1983, sejak beroperasinya Kilang Hydrocracker Dumai, maka LSWR yang dihasilkan oleh Kilang Putri Tujuh Dumai dan Kilang Sei Pakning seluruhnya diolah habis menjadi BBM, green coke, calcined coke, dan LPG.  (Tim WePe)

http://www.pertamina.com/index.php?Itemid=507&id=1311&option=com_content&task=view

Tidak ada komentar:

Posting Komentar